Rabu, 16 Desember 2015

Fanfiction



The Shadow of You
Author : ChimJr. Park
Title : The Shadow of You
Main Cast :     Park Jimin of BTS
                       Oh Hayoung of Apink
Rating : Adult
Length: Oneshot
Genre : AU, Drama, Angst, Sad, Tragedy, Love, Hurt
Ps. Typo Everywhere. RCL.
Author Chim balik lagi dengan membawa Bang Jimin kesayangan Author Chim nih. Chim gak berharap banyak sih dari ff yang Chim hasilkan karena ini semata hanya untuk mengeluarkan imajinasi-imajinasi dalam otak Chim. Kali ini FFnya gak terlalu panjang seperti dua yang sebelumnya tapi Chim mohon maaf sebelumnya jika FFnya sulit dimengerti baik itu dari segi alurnya maupun penggunaan bahasanya. Silahkan dinikmati.. untuk Jimin yang di FF ini bayangin aja sosok Jimin yang dari segi seksi dan dewasanyanya bukan dari segi konyol dan imutnya..hehehe..
 

Kukancingkan satu persatu kancing kemeja hitam pekat yang sedang kukenakan saat ini sambil memperhatikan bayanganku yang terpantul pada cermin didepanku. Suram dan tanpa semangat, itu yang kudapati diriku dalam pantulan cermin itu. Bahkan aku hampir tidak mengenali diriku sendiri didepan cermin itu. Tak lupa juga kaitkan kancing yang berada dilengan kemeja itu namun pandanganku terhenti pada sebuah gelang yang berada ditangan kiriku. Sebuah gelang perak dengan hiasan dibeberapa sisinya. Kutatap dengan lekat gelang itu dengan wajah sendu. Sedetik saja aku melihat gelang itu rasanya aku seakan terbawa pada saat-saat aku masih bersamanya dulu. Saat kita bahagia bersama tanpa kurang satu apapun. Namun mengapa keinginan tidak pernah sesuai dengan kenyataan? Mengapa kau meninggalkanku jika kau memang cinta padaku? Pertanyaan sama yang selalu terbesit diotakku disetiap aku melihat gelang ini.
‘ding dong’ kutolehkan wajahku kesamping begitu mendengar seperti ada seorang yang membunyikan bel. Kuhentikan aktivitas yang kulakukan didepan cermin tadi dan segera pergi untuk melihat siapa yang datang.
“jimin oppa!!” lambainya wanita itu dari ambang pintu ketika aku baru saja membukakannya pintu. “oppa, kenapa kau lama sekali membukakan pintu?” sambung wanita itu lagi yang langsung mengomel dengan wajah cemberut. Aku hanya terdiam tidak bergeming sedikitpun melihat wanita yang berdiri dihadapanku saat ini, aku terperangah tidak percaya. “kenapa malah mengkhayal? Apa kau tidak senang aku datang kerumahmu pagi-pagi seperti ini?” tanya wanita itu yang langsung menggandengku untuk berjalan memasuki rumah dan menuntunku untuk duduk disofa ruang tengah rumahku. Aku hanya pasrah mengikutinya dalam diam. “kau sangat aneh hari ini, biasanya kau sangat senang jika aku datang kesini. Padahal hari ini aku sudah membuatkanmu ini” ujar gadis itu lagi sambil mengeluarkan sebuah kotak makanan berwarna ungu dari dalam tasnya dan kemudian memamerkannya padaku. “tadaaaa… hari ini aku membuatkanmu sushi” ujarnya dengan ceria. Aku hanya bisa tertegun melihatnya senyumannya yang masih dan selalu seceria itu tanpa mempedulikan sushi yang dipamrekannya didepan wajahku. “apa kau sakit oppa? kau tampak pucat dan tidak bersemangat” aku hanya menggeleng pelan.”kalau begitu, coba ini” ujarnya sambil menyodorkan sepotong sushi didepan bibirku. Aku langsung menurut dan memakan sushi yang disuapkannya padaku. Dengan lambat aku mengunyah sushi itu sambil terus memperhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan wanita ini sampai hampir tidak berkedip sama sekali seakan takut jika sekali berkedip wanita itu akan hilang dari hadapanku. “apa tidak enak? Kulihat dari ekspresimu sepertinya begitu” heran wanita itu sambil turut mencoba sushi yang dibawanya. “enak kok! tapi... oppa, aku tiba-tiba haus… ambilkan aku minum!” minta wanita itu dengan manja padaku sambil mendorong-dorong bahuku untuk pergi mangambilkannya minum. Dengan langkah berat aku berjalan menuju meja dapur yang tepat berada tidak jauh dihadapan kami. Kukeluarkan gelas dari lemari sambil sesekali meliriknya yang tengah sibuk memperhatikanku dari sofa. Ia tersenyum lagi padaku dan aku juga membalasnya dengan senyuman yang canggung. Entah perasaan apa yang sedang menghinggapiku saat ini, perasaan senang, bingung, bahagia dan tidak percaya bercampur aduk.  Kubalikan badanku untuk mengambil botol jus yang berada dikulkas namun begitu aku berbalik kembali wanita itu sudah tidak kudapati didepan mataku. Tentu saja aku panik, kurahkan mataku kesegala penjuru ruangan namun tak kudapati sosoknya dimanapun. Kubuka satu persatu semua ruangan dirumahku namun belum juga kudapatkan sosoknya kembali. Sampai akhirnya sekelebat dirinya muncul disudut mataku saat aku berjalan menuju pintu menuju halaman belakang rumahku. Ia berada dibalkon samping rumahku dan tampak sedang menikmati suasana tenang disana. Kulangkahkan kakiku untuk mendekatinya dengan pelan agar tidak mengganggu dan mengagetkannya. Sepertinya ia sama sekali tidak menyadari kedatanganku karena ia juga sedang membelakangiku saat ini. aku sudah tepat berada dibelakang tubuhnya. Dengan ragu kugerakan kedua tanganku untuk berpegang pada ujung pegangan balkon dan menguncinya badannya diantara badanku dan ujung pegangan balkon itu. Ia sedikit tersentak kaget dan langsung berbalik menghadapku.
“hhah oppa, kau mengagetkanku” ujarnya kesal sambil memukul dada bidangku lembut. Aku hanya tersenyum simpul melihatnya. “ada apa denganmu hari ini oppa? Kau belum mengeluarkan sepatah katapun hari ini. padahal biasanya kau sangat cerewet padaku… ini aneh” tapi bukannya menjawab pertanyaan darinya, aku langsung saja menariknya masuk kedalam pelukanku dan memeluknya dengan sangat erat. Aku yakin pasti saat ini ia sedang memasang wajah bingung didalam pelukanku tapi dapat kurasakan jika ia juga membalas pelukanku. Setelah beberapa lama akhirnya aku melepaskan pelukanku dan menatapnya dengan lekat. “ada apa sebenarnya oppa? Apa kau ingin mengatakan sesuatu padaku? katakan saja! Kau tidak perlu memanjakanku seperti ini” lagi-lagi aku hanya diam dan menjawabnya dengan mengecup keningnya dalam dan penuh perasaan. Setelah itu kembali kuperhatikan wajahnya dan semua anggota badannya untuk memastikan jika ini benar-benar bukan mimpi seperti yang aku alami beberapa hari terakhir. “oppa, ini seperti bukan dirimu” ujar wanita itu dengan wajah curiga dan berusaha melepaskan diri dari tanganku yang sedari tadi terus mengunci badannya diantara badanku dan pegangan balkon. Aku semakin mengeratkan peganganku dan memajukan badanku agar ia semakin terjepit, kudekatkan wajahku pada wajahnya “aku hanya sedang merindukanmu, Nona Oh” bisiku dengan pelan tepat ditelinganya.
“bicara apa kau oppa?!!” terlihat ekspresi wajahnya yang malu dan memerah karena bisikanku tadi. Aku kembali tersenyum melihat tingkahnya yang sangat menggemaskan itu. kembali kudekatkan wajahku didepan wajahnya dengan lambat sampai dapat kurasakan terpaan lembut nafasnya diwajahku. Jarak antara wajahku dengan wajahnya hanya tersisa beberapa senti lagi. Tampak ia mulai memejamkan matanya dan sedikit memiring kepalanya untuk menyambut ciuman dariku.
Namun tiba-tiba semua terlihat buram dan goyang seakan dunia ini berputar dan membuatku mual. “Akhhhh... kepalaku…” segera kuberpegangan pada cermin dihadapanku sambil terus mememgangi kepalaku yang searasa ingin pecah. Kupandangi pantulan diriku dihadapan cermin dengan perasaan marah dan sakit yang bercampur aduk. ‘pranggg’ kuarahkan kepalan tanganku untuk menghancurkan pantulan diriku dicermin itu hingga tersisa beberapa titik darah dicermin yang sudah retak itu. Sudah tidak bisa kurasakan sakit dikepalan tanganku yang sudah dibanjiri dengan darah. Rasa sakit dihatiku seakan melebihi semuanya sampai aku tidak bisa merasakan apapun lagi. Kutatapi pantulan diriku yang tidak beraturan dicermin retak itu dengan wajah kusut. Dengan lunglai aku berjalan keluar dari ruangan yang merupakan kamarku itu dengan tetes-tetes darah dari tanganku yang sudah tercecer dilantai. Kuhempaskan tubuhku disofa ruang tengah rumahku dengan posisi duduk dan kupejamkan mataku dengan erat. Ini semua sungguh terasa berat untukku, aku tidak sanggup lagi. Kubuka mataku dengan perlahan mencoba untuk membiasakan kepalaku yang sudah tidak terlalu sakit lagi. Namun bukan lagi sakit pada kepalaku yang kini kupikirkan, benda yang saat ini tepat berada didepan mataku seketika membuatku terpaku seakan tidak bisa bergerak untuk beberapa detik. Sebuah kotak bekal berwarna ungu tepat berada diatas meja didepanku saat ini. Apa ini sebenarnya? Dengan sigap aku berdiri dari sofa dan kukelilingkan mataku menjelajahi setiap inci ruangan itu. Ada apa ini! jangan coba-coba mempermainkanku seperti ini!. Kulangkahkan kakiku kesembarang tempat untuk mencari sosok yang seharusnya berada disini bersama kotak bekal itu. Kubolak balikan badanku dan berputar tak tentu arah menuju kesembarang arah mencari sosok yang tak juga tak kudapati didepan mataku, seperti seorang yang bingung dan kehilangan akal sehat. Hingga akhirnya aku berhenti sesaat dan berpegang pada ujung kursi sambil memegang kepalaku yang masih sedikit sakit. Tiba-tiba sebuah tangan yang tampaknya seorang wanita menjulur indah memeluk pinggangku dari belakang. Aku tertegun sesaat memperhatikan tangan mungil dan putih wanita itu. Dipergelangannya melingkar gelang yang sama dengan yang berada dilenganku saat ini.  Dapat kurasakan tubuh hangatnya yang sedang bersandar dipunggungku. Dengan lambat kugenggam tangannya yang melingkar dipinggangku. “jangan pergi… kumohon…” bisikku pelan dengan air mata yang hampir keluar dari sudut mataku. Sedikit demi sedikit kurasakan pelukannya yang mulai longgar dipinggangku, ingin rasanya kutahan tangannya namun aku seperti tidak punya kekuatan sedikitpun bahkan hanya untuk menahan tangan mungilnya itu saja.
“Kumohon jangan pergi… aku tidak bisa kehilanganmu lagi Hayoung…” hanya kata itu yang bisa keluar dari bibirku yang terdengar sangat miris dan lemah. Sedari tadi air mataku terus saja berjatuhan sudah tidak mampu lagi untuk kubendung.
Kubuka mataku dengan lebar. Dapat kurasakan keringat dingin sudah membanjiri seluruh wajahku dan membasahai bajuku padahal aku memakai baju sleeveless. Kutegakan badanku untuk duduk dipinggir ranjang yang tadinya kutiduri. Kusapkan telapak tanganku ke seluruh wajah dan rambutku untuk menghilangkan keringat yang membanjiri wajahku. Aku tertunduk lesu dipinggir ranjang tempat tidurku dengan pikiran yang sudah melayang entah kemana. “mimipi yang selalu sama” ucapku lemah setengah berbisik.
“apa kau bermimpi buruk lagi?” sebuah suara wanita yang sangat familiar tiba-tiba saja terdengar dari belakangku, tepatnya ia juga sedang berada diranjangku saat ini. Kurasakan ranjangku sedikit terguncang saat ia sepertinya beranjak untuk mendekatiku. Kutolehkan wajahku untuk memandangnya saat ia sudah tepat berada disampingku. Aku hanya menatap wajah khawatirnya dengan ekspresi datar dan kembali tertunduk membenamkan wajahku dikedua telapak tanganku. Dapat kurasakan tangannya yang merangkul dan memelukku dengan lembut, seakan ingin menenangkanku. Apa yang sebenarnya ingin kau tunjukan Hayoung? Apa kau tidak lelah mempermainkanku? Kau seharusnya tidak terus muncul dihadapanku. Kehadiranmu hanya membuat hatiku malah semakin terasa perih dan hancur.
***
Kutundukan kepalaku dibawah air shower yang terus mengguyur kepalaku seakan ingin membersihkan segala beban dipikiranku saat ini. Kutumpukan salah satu tanganku pada didinding dihadapanku hingga dapat kulihat gelang itu lagi yang sedang menggantung indah dipergelangan tanganku. Dalam sekejap terlintas begitu banyak moment yang seakan merasuki otakku dalam sekali hentakan, perasaan, sentuhan, pelukan, genggaman, pelukan, ciuman dan hembusan napas itu menyerangku dan kembali harus membuatku tersiksa dengan sakit yang menyerang kepalaku yang seakan menjalar keseluruh tubuhku.
“akhrgghhhhhhhhhhhh” aku hanya bisa berteriak sekencang-kencangnya berusaha untuk melepaskan semuanya.
Kukeringkan badanku dengan segera dan memakai pakaianku. Kusampirkan kemeja hitam pada badanku dan mulai mengancingnya. Kutatapi pantulan diriku didepan cermin yang telah retak dengan beberapa bercak darah yang sudah mengering disekitarnya. Namun masih dapat kulihat pantulan diriku yang terlihat sangat menyedihkan.
“tenang saja, sedikit lagi…” bisikku pelan, entah kutunjukan pada siapa.
***
Aku berdiri mematung tanpa seorangpun menemani didepan sebuah makam. Hanya awan gelap dan titik kecil air hujan yang menemaniku saat ini yang membuat suasana menjadi semakin suram. Kupandangi sebuah nama yang tertulis disana, Oh Hayoung. Serta tanggal kematiannya yang berlangsung baru beberapa minggu yang lalu. Kuhela napasku yang berat dan berjalan semakin mendekat ke makam tersebut. Kulepaskan gelang yang selama ini selalu kupakai dan kuletakan diatas sebuah gelang lainnya yang telah lebih dahulu ada dimakam itu.
“aku akan mengambilnya nanti saat aku sudah bergabung dengan dirimu dialam sana… tunggulah.. aku akan datang untukmu Oh Hayoung…” entah mengapa setelah mengucapkan kata itu sebuah senyuman langsung saja tersungging dibibirku yang selama beberapa minggu ini tidak pernah sekalipun terlintas diwajahku. Dengan langkah pelan kutinggalkan pemakaman itu dengan senyum yang masih terlukis diwajahku.
***
“bagaimana keadaannya dok?” tanya seorang pria pada seorang berjas putih yang sepertinya seorang dokter.
“keadaanya sudah semakin membaik. Hanya saja sepertinya ia masih mengalami shock mental pasca kecelakaan”
“tapi dok, ini sudah melewati 3 bulan sejak kecelakaannya dan setiap hari ia hanya memandang kosong tanpa mau berbicara pada siapapun , aku sangat khawatir pada keadaan adik saya dok”
“sebaiknya anda bersabar saja. Kita harus pelan dan sabar dalam menangani pasien yang seperti ini. Sejak kecelakaan itu Pasien Park Jimin seperti kehilangan semangat hidupnya makanya anda harus selalu berada disampingnya dan terus berikan dukungan dan alasan padanya untuk tetap hidup”
“sepertinya aku harus menceritakan ini pada dokter. Sebenarnya ia sudah seperti ini bahkan sejak sebelum kecelakaan itu dok. Calon istrinya meninggal tepat sehari sebelum pernikahan mereka karena penyakit yang dideritanya. Jimin sendiri tidak mengetahui hal itu sehingga akhirnya membuat ia menyalahkan dirinya sendiri atas meninggalnya calon isterinya. Sejak saat itu terus menutup diri dan menghindari komunikasi dengan siapapun. Ia juga mulai berhalusinasi jika calon istrinya terus datang padanya dan membayangi pikirannya. Makanya ia semakin kehilangan akal sehatnya dan sampai akhirnya ia mencoba bunuh diri yang mengakibatkan kecelakaan beruntun yang melibatkan banyak korban itu”
“saya juga turut prihatin atas kecelakaan besar yang terjadi 3 bulan yang lalu tersebut. Walaupun ia yang menjadi sumber kecelakaan itu namun sepertinya Tuhan masih sayang pada Jimin dan belum mau mengambil nyawanya” ujar dokter tersebut dengan senyuman hangatnya. “dan jika masalahnya seperti itu sebaiknya pasien Park Jimin akan kami pindahkan ke bagian kejiwaan demi kebaikannya”
“baiklah dok, saya harap itu juga menjadi yang terbaik. Jujur saya rindu dengan keceriaan dn keramahan adik saya yang selalu penuh canda dan tawa seperti saat dahulu dok” ujar pria itu yang dengan sekuat tenaga menahan air matanya untuk tidak jatuh.
END

Minggu, 13 Desember 2015

Fanfiction



YOU ARE THE SPIRIT OF MY LIFE

Author : ChimJr. Park
Title : You Are The Spirit of My Life
Main Cast :     Kim Taehyung (V) of BTS
                       Park Sooyoung (Joy) of Red Velvet
Length : Oneshot
Rating : PG
Genre : AU, Drama, Romance, Hurt, Tragedy, Love, Sad, Angst.
Ps. Typo Everywhere. RCL.
Sekarang giliran bang V nih yang Chim jadiin cast dan mungkin saja semua anggota BTS bakalan dapat jatah. Alur ceritanya mungkin rada sulit dimengerti karena Chim yang masih amatiran dalam hal menulis dan memilih kosakata, tapi Insya Allah dengan seiring berjalannya waktu kemampuan Chim bakalan meningkat dengan sendirinya. hwehehehe.. FF ini Chim dapat idenya saat sedang mendengarkan lagunya BTS yang Hold Me Tight dan pas buatnya pun Chim sambil dengerin terus lagu itu karena rasanya pas banget sedih-sedihnya dan makanya itu juga disini V yang Chim jadiin castnya.. Jadi, Selamat menikmati aja...

Aku terus melajukan motorku dengan kencang menyusuri jalan ini tanpa arah dan tujuan yang pasti. Entah aku sudah tidak tau lagi sedang berada dimana saat ini, yang aku tau aku hanya ingin lari dan segera lenyap dari hidup ini. Aku tidak sanggup menahan rasa sakit, kehilangan dan rasa bersalah yang terus menghantui perasaanku. Aku hidup, akan tetapi hidup dengan perasaan yang sekarang telah mati. Perasaanku mungkin telah ikut hilang terbawa dengan dirimu yang telah pergi meninggalkanku dan menyisakan rasa kesedihan yang mendalam ini. Mengapa kau melakukan ini padaku? Apakah aku tidak boleh menyusulmu? Aku ingin bertemu denganmu.
Kuhentikan motorku diujung sebuah tebing dengan pemandangan yang terbentang luas dibawahnya. Kubuka helmku dan kurasakan hembusan angin yang menerpa wajah dan menghamburkan rambutku. Kupejamkan mataku sesaat untuk mencoba merasakan ketenangan dan kedamaian ini namun yang kurasakan hanyalah kehampaan dan penyesalan yang semakin membelenggu diriku. Andai saja.. andai saja aku tidak terlalu bodoh dan lemah.. maka aku tidak akan pernah membiarkan semua itu terjadi! Aku memang manusia tidak berguna yang sudah mengambil hidupmu. Kenapa harus kau yang pergi? Kenapa bukan aku saja? Kenapa kau menyelamatkanku?. Tak terasa buluran air mataku sudah jatuh membasahi pipiku yang sudah tidak bisa ku tahan lagi. Kugenggam dadaku.. sesak.. hatiku sangat sakit membutuhkanmu disini.
Entah sudah sejak kapan aku sudah berada diujung tebing ini, menatap kosong kedepan seakan melihat dirimu berada didepan sana sedang menatapku. Namun mengapa kau menampakan wajah seperti itu? Ada apa dengan tatapan kasihan itu? Kau tampak sedih melihatku yang menyedihkan ini. Ada apa? Apakah kau tidak ingin aku menyusulmu? Apakah kau kecewa akan sikapku dan diriku yang seperti ini? Kau membuatku merasa bodoh dan rendah dengan wajah yang kau tampakkan padaku itu. Ya, aku tau kau sudah mengorbankan dirimu untukku dan apa yang sedang kulakukan? Aku ingin menyianyiakan hidup yang sudah kau beri padaku. “Arghh.. kau bodoh KIM TAEHYUNG!.. Aku mengacak rambutku frustasi. “Ini semua salahmu! Kau hanya membuatku merasa serba salah. Sekarang katakan padaku apa yang harus aku lakukan dibawah segala tekanan ini?! Katakan!” teriakku tanpa henti diujung tebing itu.
“aarghhkhhhhh” ku hanya bisa berteriak untuk melepaskan semua beban ini namun hanya pantulan suara kehampaan yang kudengar. Ku rogoh saku jacketku dan ku keluarkan selembar foto didalamnya. Kutatapi dengan lekat gambar yang ada disana dengan buliran air mataku yang masih tidak mau berhenti mengalir. Disana terpampang raut wajah ceriaku yang sudah tidak pernah lagi terbentuk diwajahku akhir-akhir ini bersama dengan seorang wanita yang telah membuatku menjadi seperti ini. Namun hanya karena dia jugalah aku bisa tersenyum ceria seperti difoto itu. Andai saja kau masih ada disampingku, aku akan mengajakmu lagi bermain dan tertawa bersama.
***
“ooahmmmmmm” entah sudah keberapa kalinya aku menguap sambil menahan rasa kantukku yang harus kutahan.  Kulirik jam yang berada di dinding sudah menunjukan pukul 3 sore. Wah, aku tidak percaya bisa bertahan sampai jam segini. Sudah sejak jam 7 pagi aku datang dan terduduk disini untuk meminta diajari pelajaran matematika yang akan diujiankan esok hari. Yah, aku bukanlah siswa yang pintar makanya aku harus mengganggu seseorang untuk mengajariku semua materi yang sudah diajarkan dari awal. Kutatap kembali buku yang ada didepanku dengan malas. Konsentrasiku sudah buyar karena rasa kantuk dan bosan yang sudah tidak terelakan lagi. Lalu kulirik wanita yang sedang duduk melantai sambil bersandar dipinggiran sofa yang sedang kutiduri. Didepannya sudah berhamburan buku-buku, kertas-kertas cakaran, dan bungkusan cemilan-cemilan yang sudah kami habiskan sedari tadi. Ia terlihat sibuk membaca buku yang berada dipangkuannya sambil sesekali meregangkan tubuhnya. Hebat, apa dia tidak merasa mengantuk sedikitpun berhadapan dengan buku-buku membosankan itu.
‘oaahmmm’ ternyata perkiraanku salah besar. Ia tampak menguap dengan puasnya. Lalu diletaknnya buku yang sedang dibacanya tadi diatas wajahnya. Ia tampak lelah dan mengantuk sama sepertiku. Oh tidak, mungkin ia lebih lelah daripadaku karena sedari tadi aku tidak melakukan apapun selain membuatnya pusing. Sedari tadi yang kulakukan adalah hanya menatapnya yang sedang menjelaskan materi tanpa mengerti satu materipun. Ya, itu semua karena aku hanya terfokus menatap wajahnya saja.  Wajah seriusnya saat menjelaskan dan wajah kesalnya saat aku tidak juga mengerti sungguh membuatku gemas.
Sudah lama kami dekat sejak memasuki bangku SMA dan sepertinya ia sudah menganggapku seperti sahabatnya sendiri makanya ia tidak merasa keberatan sama sekali setiap kali aku harus menyusahkannya untuk membantuku belajar. Namun aku tidak begitu, sudah lama aku menyimpan perasaan padanya dan sudah berusaha menunjukan padanya beberapa kali tapi sepertinya ia tidak peka sama sekali dengan semua yang sudah aku berikan padanya termasuk perhatian dan perasaan yang sudah ku tampakan sejak dulu. Ya, aku sudah terjebak friendzone dengannya atau mungkin hubungan tanpa status? Namun selama aku bisa berada terus disampingnya dan membuatnya tertawa aku sudah puas dan turut bahagia.
Sepi.. sunyi.. hanya suara detakan jarum jam yang memecahkan kesunyian diantara kami. Rumahnya memang selalu sepi seperti ini selama aku datang kerumahnya. Saat kutanya dulu ia bilang kedua orang tuanya sedang sibuk mencari uang dan bersenang-senang, sunggah malang nasib anak ini pikirku saat itu. Tapi setelah lama bersamanya ternyata ia adalah seorang gadis yang cukup kuat dan ceria untuk kondisinya yang jarang mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ia tidak pernah sekalipun menampakan kesedihannya didepan teman-teman lainnya selain hanya padaku, itupun hanya beberapa kali saja saat ia sudah tidak bisa menahannya lagi.
Kubolak balik lembaran buku didepanku dengan tidak minat sama sekali. Ia tadi menyuruhku untuk mengerjakan beberapa soal namun karena aku tidak bisa menjawabnya makanya ia meyuruhku untuk mencarinya sendiri dibuku ini. Dan lihatlah aku hanya bisa berbaring dengan malas-malasan tidak mempedulikan buku yang ada ditanganku sambil memandang sembunyi-sembunyi wajah lelah dan penatnya yang sudah tidak bisa lagi ia sembunyikan. Akh, aku butuh refreshing dari kumpulan angka-angka yang sudah mencemari otakku ini. Kududukan posisi badanku yang tadinya berbaring, ia  kemudian berbalik dan menatapku dengan wajah penuh tanya.
“apa kau sudah mendapatkan jawabannya?” aku hanya terdiam menatapnya penuh arti tanpa menjawab pertanyaan darinya. Kutegakan badanku dan meraih tangannya untuk ikut berdiri. Ia hanya mengikuti pergerakanku dan menatapku dengan bingung. Baru saja sepertinya ia ingin protes dengan tindakanku namun aku sudah menarik lengannya untuk mengikutiku berjalan keluar rumah menuju motor balapku yang ku parkir dihalaman rumahnya. Sebelum ia akan mengeluarkan kata-kata protesnya cepat-cepat kupakaikan satu-satunya hel yang ada disitu padanya dan kunyalakan motorku. Ia masih terpaku ditempatnya sambil menatapku yang sudah terduduk diatas motor.
“cepat naiklah…” ujarku padanya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
“apa kau gila? Masih banyak yang harus kita pelajari didalam”
“aku hanya ingin refreshing sedikit” ujarku sambil memamerkan cengiran lebarku padanya.
“terserah kau saja kalau ingin refreshing. Aku ingin belajar!” dengan sigap ia membalikan badannya ingin kembali kedalam rumahnya. Namun aku tidak akan kalah cepat, secepat kilat kutarik lengannya agar berhadapan denganku kembali dan kutatap matanya dalam-dalam.
“Joy-ah… kumohon sekali ini saja” tatapku padanya dengan wajah memohon.
“tapi Taehyung-ah—“
“kau sudah cukup belajar dengan keras, kau juga butuh refreshing. Jangan coba berpura-pura untuk tidak merasa lelah dan bosan sama sekali. Aku begini karena aku peduli padamu”
***
Ternyata ia bisa juga luluh dengan kata-kataku dan mau mengikutiku. Dengan patuh ia naik keboncenganku untuk bersama-sama menyusuri jalanan ini dan menikmati hembusan angin yang menyegarkan. Entah seberapa besarnya rasa senang yang aku rasakan saat ini sudah tidak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Aku semakin memacu motorku dengan kencang dan semakin erat juga kurasakan pegengannya dipinggangku. Sebenarnya aku sudah cukup terbiasa dengan hal ini karena aku selalu mengantarnya saat sepulang sekolah atau sekedar berjalan-jalan bersama namun aku tidak pernah bosan dibuatnya. Jantungku selalu sama, berdegub dengan kencang dan senyumanku juga sama, selalu mengembang dibuatnya.
Setelah jauh berkendara akhirnya kuhentikan motorku tidak jauh dari tepi jalan. Tempat yang akan ku tuju masih sekitar 50 meter lagi jaraknya dari tepi jalan ini, namun karena tidak bisa ditembus dengan menggunakan motor maka kami harus melanjutkan dengan berjalan kaki.
“kenapa sih kau harus menutupi mataku seperti ini. Gelap tau!” keluhnya karena harus berjalan dengan susah payah dengan kondisi jalanan yang naik turun dan berbatu dan ditambah lagi dengan tanganku yang menutupi matanya.
“kan aku bilang aku ingin memberikanmu surprise dan aku yakin sekali kau akan menyukainya” ujarku sambil terus menuntunnya berjalan menuju tempat yang ku maksudkan. “sudah sampai.. sudah siap?!!” teriakku padanya dan kemudian melepaskan tanganku dari matanya.
“woahhh… taehyung-ahh…” tatap Joy dengan mata berbinar pada apa yang ia lihat didepan matanya. Tepat didepan kami terbentang hamparan luas bunga-bunga berwarna warni dengan rerumputan hijau hampir berbentuk lapangan ditengah-tengahnya. Sedangkan disebelah baratnya terdapat aliran sungai yang jernih airnya sangat menggoda untuk dinikmati. Tempat ini lumayan jauh dari pemukiman dan masih jarang orang yang mengetahuinya makanya tempat ini sangat jarang didatangi oleh orang-orang. Seperti saat ini tidak ada tampak seorangpun berada ditempat ini.
“apa kubilang? Kau pasti akan menyukainya. Bagaimana? Ingin bermain?” pertanyaanku langsung disambut dengan anggukan bersemangat darinya. Saat ini ia lebih tampak terlihat seperti anak kecil yang tidak sabar untuk diajak bermain.
Akupun segera menggandeng tangan Joy untuk berlari menghampiri hamparan bunga-bunga itu dan bermain disana seperti tempat ini hanya milik kami berdua. Tampak ia sangat menikmatinya dengan seyumannya yang terus mengembang dibibir manisnya. Aku berdiri ditepian hamparan bunga itu sambil menatapnya yang berada ditengah hamparan bunga itu. Ia tampak melambai padaku sambil berjalan dengan riang, rambutnya yang hitam dan panjang dibiarkannya begitu saja diterbangkan oleh angin yang membuatnya semakin bertambah cantik dan manis diantara bunga-bunga itu. aku memandangnya dengan terkesima sambil membalas lamabian tangannya.
***
Setelah lelah bermain dihamparan bunga ia lalu berbaring ditengah-tengah lapangan rumput dengan seyumannya yang masih terus mengembang. Dipejamkannya matanya karena cahaya matahari sore yang maenyilaukan. Aku segera berjalan mendekatinya dan menghalangi wajahnya dari cahaya matahari dengan telapak tanganku. Ia lalu tersadar dan menatapku dan tersenyum padaku.
“terima kasih Taehyung-ah” ucapnya dengan tulus. Aku membalas senyum itu dan ikut berbaring dengan arah yang berlawanan dengannya jadi hanya wajah kami yang saling bertemu. Saat aku menatapnya dari ujung mataku ia tampak menerawang jauh keatas dengan matanya yang sedikit disipitkan karena silaunya langit.
“nama ku Park Sooyoung atau bisa dipanggil Joy” ucapnya tiba-tiba sambil menggerak-gerakan tangannya keatas seakan sedang melukis namanya sendiri dilangit. Ia kemudian tertawa dan menatapku. “namamu siapa?” tanya padaku. awalnya aku bingung dengan apa yang ia lakukan namun aku kemudian mengikutinya dengan ikut menggerakan tanganku ke atas seperti menulis.
“namaku Kim Taehyung atau semua orang biasa memanggilku V.. tapi sahabatku Joy tidak pernah memanggilku dengan nama itu” ujarku sambil menggerakan ujung jariku keatas untuk seperti yang dilakukan Joy tadi, melukis dilangit.
“V…” ucapnya pelan sambil membentuk tangannya seperti huruf V ke udara lalu ia memperhatikannya dengan seksama. “Aku tidak suka dengan V karena aku berbeda dengan semua orang yang menyukai V, aku lebih suka dengan Kim Taehyung karena aku dekat dengan Kim Taehyung” aku lalu berbalik menatapnya dengan bingung. Aku tidak mengerti sama sekali apa yang baru saja ia katakan karena V dan Kim Taehyung adalah orang yang sama dan itu adalah aku. Ia lalu menoleh dan juga balas memandangku dangan senyumnya yang tidak lagi mengembang seperti tadi. Lama aku menatapnya dalam berharap mendapatkan penjelasan dari apa yang ia katakan tadi. Namun tak ada sepatah katapun yang keuar dari bibirnya, hanya kami yang terpaku saling menatap satu sama lain seperti bertelepati dengan pikiran kami.
“dasar bodoh..” ucapnya tiba-tiba dengan senyum jahilnya. Ia kemudian beranjak dari posisi tidurnya dan berlari menjauhiku. Aku kemudian terduduk dan menatap punggungnya yang berlari menjauh. Aku hanya bisa tersenyum canggung sambil menggaruk  belakang kepalaku yang tidak gatal, aku sama sekali tidak pernah mengerti dengan pikirannya. Aku lalu ikut beranjak dan pergi kearah yang berlawanan darinya.
***
“Park Sooyoung..” panggilku padanya. Ini pertama kalinya aku memanggilnya nama aslinya dengan seserius ini. Ia yang tadinya sedang sibuk memetik bunga didepannya kemudian berbalik memandangku.
“ada apa Taehyung? Kau ingin ikut bermain bunga denganku?” ujarnya sambil memamerkan bunga hasil rangkaiannya dengan cengirannya yang mengembang seperti anak kecil. Sebenarnya apa yang kau pikirkan Joy? kau terkadang bersikap seperti anak kecil dan sangat manja, terkadang egois dan tidak peduli, terkadang kau bersikap aneh dan membuatku bingung sampai salah paham.
“aku ingin memeberikanmu sesuatu” ujarku sambil sedikit tertunduk dan kembali menggaruk belakang tengkukku.
“apa itu?” tanyanya dengan wajah polosnya. Sungguh ketelaluan kau Joy, setelah apa yang kau lakukan dilapangan rumput tadi kau masih bisa menatapku dengan wajah seperti itu.
“ini untukmu..” Aku kemudian mengeluarkan ikatan bunga yang sedari tadi kusembunyikan dibelakang punggungku dan ku berikan padanya.
“wahh… sungguh ini buatku?” ia lalu meraih rangkaian bunga itu dan menatapnya dengan tatapan berbinar. “kau sungguh berbakat Taehyung-ah.. rangakian bungamu malah lebih bagus daripada punyaku” aku hanya bisa menganga tidak percaya dengan pendapat yang ia katakan. Aku sampai harus melawan ketegangan dan kecanggunganku untuk memberikan ini padanya dan lihatlah apa respon yang ia berikan?
“aku suka padamu Joy.. ah tidak, aku cinta padamu Park Sooyoung” ujarku dengan lemah padanya yang masih sibuk mengamati bunga yang aku berikan padanya. Tampak ia sedikit terkejut dengan apa yang aku katakan barusan tapi ekspresi itu tidak bertahan lama karena ia kemudian tersenyum dan menatapku. Tanpa diduga ia berjalan mendekatiku hingga jarak diantara kami tinggal beberapa centi saja.  Aku hanya menatapnya untuk melihat apa yang akan dilakukannya. Dengan senyumnya yang mengembang ia lalu memajukan wajahnya hingga mendekati wajahku. Apa yang ia lakukan? Apakah ia akan menciumku? Namun sebelum itu dengan menggunakan telapak tangannya ia menutupi mataku yang sedari tadi terus menatapnya. Aku bisa merasakan hembusan napasnya yang menerpa wajahku sehingga membuat otakku semakin berpikiran yang tidak-tidak. Lama aku menunggu namun tidak ada pergerakan apapun yang aku rasakan hanya telapak tangannya saja yang masih betah untuk menutupi mataku.
Setelah beberapa saat menunggu, sesuatu terasa menyentuh bagian telingaku yang membuatku sedikit geli dibuatnya. Dan kemudian sebuah bisikan halus terdengar dekat ditelingaku “kau bodoh Kim Taehyung” dan disusul dengan cekikian tertahan Joy yang sudah tampak berlari menjauh. Sial, ternyata dia mempermainkanku lagi.
“Hey, Joy.. Park Sooyoung! Awas kau ya!” ia tampak tertawa dengan puas dari kejauhan.
“jangan sampai tertangkap olehku atau kau akan menanggung akibatnya” ujarku sambil berlari mengejarnya diantara hamparan bunga dan tiupan angin lembut yang membuai kami berdua yang terus tertawa dengan bahagia. Beberapa kali aku menangkapnya dan berusaha memeluknya dari belakang namun dengan segala cara ia selalu bisa melepaskan diri.
“tangkap aku kalau bisa” ejek Joy dari kejauhan dan terus berlari sampai menuju tepian sungai. Namun begitu tiba ditepian ia langsung tertegun sambil menatap sungai itu dalam diam tanpa mempedulikanku lagi yang tengah berlari menuju tempatnya berada.
“hh..hh ada aphaa..hhh? hh kenapha kau berhenthi hh?” tanyaku padanya ketika juga sampai ditepian sungai dengan nafas yang masih terengah-engah karena kejar-kejaran tadi.
“lihatlah.. aliran sungai yang tenang itu terlihat begitu jernih dan berkilau… aku sangat menyukainya, perasaanku menjadi ikut tenang melihatnya” bukannya ikut melihat apa yang ia sedang tunjukan padaku namun aku malah terbuai dengan wajahnya yang sedang menikmati ketenangan yang ia rasakan.
“ya, sangat menenangkan melihat wajahmu yang seperti itu!”ucapku pelan sambil mengangguk-angguk setuju.
“hah? apa kau bilang?” ternyata ia mendengarnya dan melihatku dengan aneh. Aku terdiam menatapnya dangan lemah. Sampai kapan kau akan mengerti perasaanku Joy-ah? apa kau ingin membuatku menyerah?
“ARRGGHHHHHHHHHHHHHH” teriakku didepan hamparan sungai itu.
“mengapa kau berteriak? Apa kau marah padaku?” ia bertanya lagi-lagi dengan wajah polos situ. Tolong jangan tampakan seakan kau tidak mengerti perasaanku padamu Joy.
“tidak.. itu namanya melampiaskan perasaan… kan tadi kita sudah lelah belajar makanya aku lampiaskan rasa kesal dan lelahku dengan berteriak. Cobalah, kau pasti akan merasa sedikit lega”
“YYYAAAAAAAAAAKKKKKKKHHHH” teriaknya dengan tak kalah besarnya dengan suaraku tadi. “kau benar Taehyung.. aku sudah merasa agak lega” dan sekali lagi ia kembali berteriak dengan ceria.
“YAAA… SAHABATKU PARKK SOOYOUNGGG.. AKUU CINNTTAAA PADAMUUU.. TAK BISAKAH KAU MEMBALAS PERASAANKU?!!!” sambungku pada teriakannya tanpa berani menatapnya yang berada disampingku. Namun tanpa diduga ia malah ikut menyambung teriakkanku “JANGAN BODOH KIM TAEHYUNG!” teriaknya dengan tegas lalu memeletkan lidahnya padaku dan berlalu pergi meninggalkanku sambil tertawa. Aku mengacak rambutku frustasi. butuh berapa kali aku menyatakan perasaanku. Aku hanya butuh jawaban darimu bukannya mengataiku bodoh seperti itu dan membuatku merasa benar-benar menjadi bodoh dan tidak berdaya.
Matahari sudah semakin menuju kebarat tanda hari sudah semakin sore. Sejak tadi aku hanya kembali berbaring ditengah-tengah rerumputan ini dengan pikiranku yang terus menerawang jauh entah kemana. Aku berbalik kesamping dan memandang Joy dari kejauhan yang sedang terduduk membelakangiku diatas sebuah batu besar yang berada ditepi sungai. Joy, aku tidak peduli lagi jika kau akan menerimaku atau tidak namun aku berjanji untuk selalu ada untuk menjagamu dan berada disampingmu untuk membahagiakanmu selamanya. Aku sudah cukup bahagia dengan melihatmu bahagia dan tersenyum seperti hari ini.
***
“apa yang sedang kau lakukan Joy?” tanyaku padanya yang sudah terduduk diatas batu bersamanya.
“aku hanya sedang menikmati hangatnya matahari sore sambil memikirkan sesuatu”
“kau sedang memikirkan apa? apakah sedang memikirkanku?” ujarku sambil memamerkan cengiran khasku padanya.
“itu rahasiaku” ujarnya sambil meletakan jari telunjuknya dibibirnya. Aku kembali menatapnya dalam yang sedang memjamkan matanya sambil menikmati cahaya matahari sore yang bersinar cerah menyinari kami berdua. Terpaan cahaya kejinggaan yang merepa wajahnya semakin membuat wajahnya bersinar dengan cantik.
Tanpa kusadari aku sudah menempelkan dahiku ke samping kepalanya. “walaupun kau hanya menganggapku sebagai sahabta tapi aku menyayangimu dengan tulus lebih dari apapun Sooyoung-ah” bisikku pelan tepat ditelinganya sambil memejamkan mataku. Aku tidak tau bagaimana ekspresi yang ia sedang tampakan sekarang karena aku tidak bisa melihatnya. Tidak ada kata-kata yang terdengar keluar dari bibirnya seperti sebelumnya yang terus mengataiku bodoh. Karena jidatku yang masih saja menempel dikepalanya jadi aku bisa merasakan adanya pergerakan yang sangat pelan dari kepalanya yang sepertinya sedang menoleh padaku. Dapat kurasakan hembusan napasnya yang kini sudah menerpa wajahku dengan lembut. Dan mungkin saja ia juga sedang merasakan terpaan hembusan berat napasku diwajahnya. Dengan memberanikan diri aku mengintip sedikit apa yang sedang ia lakukan, karena mungkin saja ia akan membodohiku lagi saat ini. Namun tidak sesuai dugaanku, kerena jidat kami yang sudah saling bertemu hingga hanya tinggal satu centi saja jarak antara bibirnya dan bibirku untuk saling bertemu. Kulihat juga ia sedang memejamkan matanya seperti sedang menghayati sesuatu. Kupejamkan lagi mataku dan berusaha mengikuti aliran suasana yang tercipata diantara kami berdua. Semakin dekat dan semakin mendekat lagi sehingga mulai sedikit kurasakan sentuhan bibirnya di bibirku namun baru sedikit. Lama posisi kami tertahan seperti itu dan dalam hitungan detik seketika semuanya hilang. Lama ku terdiam dan sudah tidak kurasakan dirinya berada disekitarku. Kubuka dengan pelahan kedua mataku dan benar saja, ia sudah tidak berada disampingku. Aku diperbodohi lagi olehnya, sial. Hanya kau yang bisa membuatku menjadi terlihat bodoh bekali-kali seperti ini Park Sooyoung.
Kotolehkan kepalaku kekiri dan kekanan untuk mencarinya dan benar saja ia sudah berlari ke ujung tepian hamparan bunga sambil memandangiku dari kejauhan. Ia tampak tertawa melihatku yang telah berhasil dipermainkan olehnya entah sudah yang keberapa kalinya. Aku hanya memandanginya dengan malas tanpa membalas perbuatannya kali itu, lalu aku berbaring diatas batu itu dan sudah tidak mempedulikannya lagi. Apa yang kau pikirkan Joy? kita bahkan tadi sudah sempat berciuman dan kau hanya menganggapnya sebagai permainan? Kutolehkan sedikit kepalaku kesamping untuk melihatnya. Tampak ia masih disana dan masih juga memandangiku. Namun saat itu wajahnya tidak tampak gembira seperti tadi, ia menyilangkan tangannya dengan wajahnya yang terlihat sedang menunggu sesuatu dengan kesal. Mungkinkah ia kesal karena aku tidak mempedulikannya dan membalas kejahilannya kali ini?
“YAAAKK! KIM TAEHYUNG YANG BODOH. AKU MENCINTAIMU” aku terduduk kaget karena mendengar teriakannya. Jantungku tiba-tiba berdegub sangat kencang mendengarnya mengucapkan kata-kata itu. tenangkan dirimu Taehyung, mungkin ini adalah sebuah idenya lagi untuk mengerjaimu. Kutolehkan lagi kepalaku untuk melihat reaksinya kali ini, mungkin saja ia sekarang sedang berusaha menahan tawanya karena sudah berhasil mempermainkan perasaanku lagi. Namun yang kudapati hanya wajah datarnya yang memandangiku dengan serius.  Apa arti dari tatapan itu? apakah dia benar-benar serius? Tidak, jangan Taehyung, mungkin dia akan menertawaimu lagi kali ini.
“APA YANG KAU BICARAKAN? AKU TIDAK MENGERTI!” balasku dengan sedikit berteriak.
“SECEPAT ITUKAH PERASAANMU PADAKU MENGHILANG?” ia kemudian membalikan badannya dengan kesal berniat untuk pergi. Aku tertegun sesaat berusaha mencerna perkataannya. Kau memang tidak pernah bisa ditebak Joy.
Sebelum ia benar-benar pergi aku segera berdiri di atas batu itu dan menarik napas dalam-dalam. “AKU JUGA MENCINTAIMU PARK SOOYOUNG YANG BODOH! DAN SELALU MENCINTAIMU SELAMANYA!” teriakku dengan sekuat tenaga sampai suaraku menggema memenuhi lahan kosong yang dikelilingi perbukitan ini. Ia tampak berbalik dan tersenyum padaku dan melambaikan tangannya padaku. Aku segera turun dari batu itu dan berlari menujunya yang masih saja tersenyum padaku. aku langsung saja memeluknya dengan erat begitu ia sudah nyata berada dihadapanku, berharap ini bukanlah mimpi sama sekali.
Lama kami salaing berpelukan sampai akhirnya ia membisikan sesuatu ketelingaku “ayo kita pulang karena kau belum belajar Taehyung bodoh..” aku tersenyum mendengar bisikannya ditelingaku dan melepaskan pelukanku padanya.
Aku menatap matanya dengan lekat dan kemudian mendekatkan wajahku ke telinganya “kita akan pulang.. namun ada satu hal yang ingin ku tuntaskan terlebih dahulu” balasku sambil membisikinya dengan suara berat dan rendahku ini. Kumundurkan wajahku dari telinganya dan menyambar bibirnya dengan cepat sampai ia juga terkaget dengan gerakanku yang sangat tiba-tiba itu. Awalnya ia memang sedikit terkejut namun lama kelamaan sepertinya ia mulai bisa menerimanya dan ikut terbuai dalam ciumanku padanya. Semakin lama ciuman kami semakin dalam dan panas samapi akhirnya ia mendorongku dengan kasar.
”tidak bisakah kau melakukannya dengan lembut, aku hampir tidak bisa bernapas!” ujarnya dengan kesal sambil mengusap sisa-sisa silvia kami yang membasahi bibirnya yang semakin terlihat memerah dan seksi setelah ciuman itu. “ada apa kau terus memperhatikan bibirku seperti itu? apapun itu, segeralah singkirkan pikiran kotormu itu!” ucapnya dengan wajah cemberut dan segera berbalik pergi meninggalkanku. Aku hanya tersenyum jahil melihatnya berusaha menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah karena malu itu. Aku kemudian berlari menyusulnya dan merangkulnya dengan mesra. “ya, ayo kita pulang dan belajar”
***
Aku kembali melajukan motorku membelah jalan yang sudah mulai gelap karena matahari yang sudah mulai tenggelam. Disepanjang perjalanan tak henti-hentinya aku tersenyum dan memandangi wajahnya yang terpantul dari kaca spion motorku. Ia memelukku dengan erat dan aku serasa terbang diuara dengan hembusan angin yang menerpa kami berdua. Kali ini aku bisa lebih leluasa melihat wajahnya karena ia menolak memakai helm yang kuberikan padanya tadi. Ia bilang helm ini lebih penting untukku yang berada didepan.
Kami sudah sampai setengah perjalanan dan sekarang kami sedang berada disebuah jalanan besar penghubung antar kota. Itu adalah sebuah jalanan lurus dan besar dengan banyak kendaraan-kendaraan besar yang melaju diantara kami. Aku melajukan motorku dipinggiran jalan untuk menghindari kendaraan-kendaraan itu yang rata-rata melaju dengan kecepatan tinggi itu. Namun sesuatu yang tidak tertuga tiba-tiba terjadi tepat dihadapan kami. Ban dari salah satu bus yang berada didepan kami tiba-tiba meletus dan membuat bus itu menjadi hilang kendali. Karena jarak motor yang kukendari dengan bus itu hanya beberapa meter saja membuatku harus menghindari bus tersebut dengan mengerem motorku secara mendadak. Namun karena laju motorku yang sedang diatas kecepatan rata-rata menjadikan motor yang aku kendarai itu juga hilang kendali dan jatuh terseret disepanjang jalan itu. Kurasakan tubuhku terhempas keras dan terseret sampai keujung trotoar. Dengan masih setengah sadar tepat didepanku kulihat Joy yang juga sudah terhempas ditengah jalan dengan jarak yang lebih jauh dari pada diriku. Ingin ku segera menghampirinya dan menyelamatkannya namun badanku terasa remuk dan tidak bisa digerakan. Aku terus mentapnya dengan air mataku yang terus berlinang. Sampai bayangannya benar-benar hilang karena mataku yang yang sudah menutup sempurna dan kehilangan kesadaran.
***
Tampak sebuah ambulance memasuki halaman rumah sakit menuju para perawat yang sudah menunggu didepan rumah sakit itu.  Dengan sigap para perwat mengeluarkan dua orang korban kecelakaan dari dalam ambulance itu. Keduanya terlihat sangat parah dengan luka dan darah dimana-mana. Apalagi kondisi salah satu diantaranya yang mendapatkan luka parah kepalanya sehingga terlihat lebih parah.
“segera bawa ke emergency” dengan sigap para perawat mendorong kedua pasien itu memasuki rumah sakit menuju ke emergency. Begitu sampai di emergency keduanya diletakan ditempat yang bersebelahan. Sebagian perawat memebersihkan darah yang terus mengalir dan sebagiannya lagi memasangkan alat bantu pertama yang sangat dibutuhkan dalam keadaan darurat seperti itu. Beberapa dokter sibuk memeriksa keadaan mereka agar segera menentukan langkah apa yang akan diambil setelahnya.
“Joy.. Joy.. mengapa bisa seperti ini?” teriak seorang wanita paruh baya dengan tampilan glamour yang baru saja datang dan menghampiri tempat tidur Joy yang sedang dipenuhi perawat dan dokter yang berusaha menyelamatkannya.
“apakah dia anak ibu?” tanya salah satu dokter yang merawat Joy.
“ia dokter, tolong selamatkan anak saya” tangis wanita itu semakin pecah sambil meraung-raung seperti orang gila.
“ia, tolong tenang dulu bu. Kami sedang mengusahakannya. Namun sepertinya ini akan sedikit sulit karena badannya yang mengalami benturan hebat dan juga telah terjadi pendarahan diotaknya. Tapi tolong ibu tenang saja dulu”
“Joy… Joy… kenapa? Kenapa?” wanita itu tampak tertunduk lesu dengan air mata yang terus membanjiri wajahnya. Sudah tidak dipedulikannya lagi make-up tebalnya yang luntur karena air matanya.
“uhk..uhkk..” Joy tampak terbatuk disertai dengan darah yang keluar dari mulutnya. Namun tanpa disangka ia malah tersadar dan memandang sekitarnya lemah. Ditolehkan kepalanya sedikit kesamping dengan susah payah karena mendengar keributan disampingnya.
“dilihatnya dengan samar seorang yang tengah berbaring disana dengan darah yang sudah membanjiri bajunya.
“pasien ini semakin bertambah parah.. seperti tidak ada respon dari tubuhnya.. denyut jantungnya dan tekanan darahnya juga semakin berkurang..” ujar salah seorang perawat disamping pasien itu.
“Joy.. Joy.. apakah kau mendengar?” tanya seorang dokter yang sempat terkejut saat Joy membuka matanya.
“uhk..uhkk.” sekali lagi Joy terbatuk dengan darah yang semakin banyak keluar. Dan seorang perawat terus sibuk untuk memersihkan darah itu.
“dokhh..terr..” panggil Joy pada dokter yang berada dihadapannya dengan tangannya yang bergetar berusaha memegang tangan dokter itu saat dokter itu mulai memeriksanya kembali.
“to..to..longgg.. se..lamm…matthkann… sahhh..hhaa..bbatt.. say..ya ii..ituu.. ba..ba..b..gai..manhaa..punh.. ca..caa..raanyaa..”ucap Joy dengan susah payah menahan rasa sakit yang menjalar diseluruh tubuhnya.
“Yak! Joy apa yang sedang kau bicarakan?” teriak ibu Joy yang memandang anaknya dengan khawatir.
“aaa..kkh..uu re..laa.. mem..bbe..rikhhaan.. apa..phunn.. ass..asalkkhan.. d..dia.. sel..lamhatt.. uhkk..ukhh” darah kembali terlihat keluar bersamaan dengan batuknya.
“Joy! jangan banyak bicara dulu. Yang terpenting sekarang adalah keselamatanmu sayang” ucap ibu Joy dengan tegas.
“oem..mmaah.. to..toll..llongg… ka..li.. iii..iini sa..ja.. ka..kabul..khann.. pe..permin..taa..an ter..akhhhir..kuu.. akh..khu.. me..mm..nya..yanghi..mu oem..ma.. uhkkhh.. uhkkhhh” dan Joy sudah tidak ada lagi didunia ini. Matanya telah tertutup rapat dan denyut jantungnya juga sudah tidak terdeteksi lagi dilayar mesin. Dengan segala cara para dokter dan perawat berusaha untuk mengembalikan denyut jantung gadis itu namu nihil. Sepertinya tadi itu adalah benar-benar permintaan terakhir darinya.
“baiklah Joy.. eomma akan melakukan apapun jika itu permintaanmu.. maafkan oemma, oemma sangat menyesal karena baru bisa memberikan permintaanmu hanya pada saat yang terakhir kalinya” ucap ibu Joy dihadapan anaknya yang sudah tidak bernyawa lagi dengan rasa penyesalan yang terus saja menghinggapinya.
***
“pasien atas nama Kim Taehyung sudah kehilangan banyak darah dengan beberapa organ dalamnya yang terganggu sampai sulit untuk berfungsi kembali karena benturan keras dibadannya saat terjadinya kecelakaan dan sekarang kondisi pasien sudah sangat kritis” lapor salah satu dokter yang lebih muda pada salah seorang dokter lainnya.
“cepat periksa dan cocokan apakah organnya bisa cocok dengan pasien meninggal yang bernama Park Sooyoung, jika cocok kita akan melakukan operasinya sesegera mungkin”
***
Kupegang dadaku degan erat sembari menutup mataku dengan hilir angin yang terus membelai tubuhku. Mencoba untuk merasakan kehadiran dirimu didalam diriku. Dan tak kusangka lengkungan senyum bisa kembali terlukis diwajahku. Sekarang aku mengerti Joy, Maafkan aku yang tidak bisa menepati janjiku untuk menjaga dan membuatmu tertawa. Namun aku berjanji mulai sekarang untuk selalu menjaga kehidupan yang telah kau berikan padaku karena sebagian dirimu telah menyatu dalam jiwa dan ragaku. Kuharap ini bisa membuatmu tersenyum dan bahagia disana Park Sooyoung karena Kim Taehyung yang bodoh akan selalu mencintaimu.
END

Jumat, 11 Desember 2015

Fanfiction

 UNDER THE DESTINY OF RAIN
Author : ChimJr. Park
Title : Under The Destiny of Rain
Main Cast :     Kim Seokjin (Jin) of BTS
                       Yoon Bomi of Apink
Other Cast : Son Naeun of Apink
Length : Oneshot
Rating : T
Genre : AU, drama, Romance, Love, Sad, School Story.
Ps. Typo everywhere. RCL.
Hai.. ChimJr akhirnya hadir kembali dengan membawa sebuah ff dalam blog ini, setelah sejak setahun lalu mulai terterik dengan dunia ini akhirnya jadilah salah satu karya Chim yang abal-abal ini. Yaudah.. selamat menikmati.. Semoga suka..


Sudah lama sekali rasanya sejak lulus SMA aku tidak pernah kembali lagi ke kota kelahiranku ini. Dulu aku terlalu sibuk dengan kuliahku di Seoul dan kemudian disibukan dengan mengurus perusahaan milik ayahku yang juga berada di Seoul yang sekarang sudah resmi menjadi milikku. Sudah saatnya aku kembali untuk menengok kota kelahiranku lagi. Tidak banyak yang berubah sejak aku meninggalkan daerah ini 10 tahun yang lalu, suasananya masih tetap tenang dan damai. Aku disini hanya untuk 3 hari karena setumpuk pekerjaan yang sudah menungguku di Seoul sudah tidak bisa menuggu untuk lebih lama lagi. Padahal aku ingin lebih belama-lama disini untuk merelaksasikan pikiran dan badanku yang sudah mulai lelah dengan pekerjaan dan keadaan yang sesak selama di Seoul.
Tanpa terasa ini sudah hari terakhirku disini dan mungkin saja 5 atau beberapa tahun kemudian lagi aku baru akan menginjakan kakiku lagi disini. Entah mengapa sangat gampang rasanya bolak balik keluar negeri untuk urusan bisnis sementara begitu aku ingin pulang kesini selalu saja ada halangan yang membuatku harus membatalkannya. Aku sama sekali tidak ingin menyianyiakan waktu 3 hariku yang berharga terlewat begitu saja. Sudah begitu banyak tempat yang aku jelajahi selama 2 hari ini, tempat-tempatku bermain saat kecil dan juga tempat-tempat yang dulu sering kudatangi bersama teman-temanku ketika duduk dibangku SMP dan SMA. Namun tampaknya cuaca sama sekali tidak mendukungku dihari terakhirku ini, sejak aku bangun pagi tadi hujan terus saja turun dengan derasnya seakan melarangku untuk pulang esok hari. Tapi hujan ini sama sekali tidak menyurutkan langkahku untuk menuju ke tempat tujuan terakhirku, salah satu tempat yang tidak pernah bisa kulupakan.
Sejak jam 1 siang tadi aku sudah terduduk ditempat ini dan sekarang waktu sudah hampir menunjukan pukul 3. Entah apa yang aku harapkan dengan datang lagi ketempat ini dan duduk berlama-lama seperti ini, padahal sedari tadi aku hanya bisa duduk melamun sambil menikmati kehangatan kopi dan memandangi suasana mendung serta hujan diluar sana yang masih saja betah untuk turun dari dalam mini market ini. Dulu hampir setiap sepulang sekolah aku pasti akan mampir ke mini market ini, entah itu bersama teman-temanku ataupun sendirian hanya sekedar untuk nongkrong atau berteduh karena hujan seperti halnya hari ini. Mini market ini jaraknya memang tidak terlalu jauh dari sekolahku dulu. Dan ini juga sudah menunjukan waktu pulang sekolah makanya sedari tadi banyak murid-murid sekolah yang berlalu-lalang segera ingin pulang kerumah dan beberapa ada yang singgah di mini market ini. Bahkan ada yang juga sedang berteduh didepan jendela kaca berbingkai besar ditempatku duduk saat ini. Suasana ini benar-benar mengingatkanku pada masa sekolahku dulu, bahkan pada salah satu moment sederhana yang selalu membekas diingatanku sampai sekarang.
***
“Sialan, kenapa tiba-tiba saja hujan! Kalau saja aku pulang sejak tadi pasti aku tidak akan terjebak hujan seperti ini” keluh salah seoarng pria berseragam sekolah yang baru saja menemukan tempat berteduh didepan sebuah mini market. Walaupun sudah berteduh tapi ia sudah terlanjur basah, rambut hitamnya dan jas sekolahnya bagian atas sudah mulai basah karena sempat terkena hujan saat mencari tempat berteduh tadi. Iapun segera mengibas-ngibaskan tangannya di seragam sekolahnya dan juga dirambutnya agar air hujan yang mengenainya tadi bisa sedikit berkurang. Pada jas sekolahnya terdapat sebuah papan nama yang bertuliskan Kim Seok Jin namun orang-orang biasa memanggilnya Jin. Ia adalah murid sekolah Suran High School yang letak berada didekat mini market itu.
Hari itu Jin pulang terlambat karena harus membantu salah seorang gurunya untuk menerjemahkan berlembar-lembar dokumen sekolah kedalam Bahasa Inggris. Jin menatap keadaan sekitarnya yang sudah terlihat lengang karena jam pulang yang seharusnya sejak setengah jam yang lalu, sudah tidak terlihat murid-murid yang berlalu-lalang seperti biasanya karena mungkin saja disebabkan hujan yang tiba-tiba saja turun. Sambil menunggu jemputannya yang tak kunjung tiba ia hanya bisa menatap kosong hujan yang turun didepannya dengan harapan jemputannya akan segera datang karena ia lelah dan ingin beristrirahat diranjangnya yang nyaman dan hangat. 5 menit.. 10 menit.. 20 menit.. jemputannya tak kunjung datang dan ia mulai bosan karena tidak ada teman untuk bercerita. Namun tiba-tiba saja ditengah kebosanan yang mulai melandanya tampak sesosok gadis yang langsung mencuri perhatiannya, wanita itu sedang berlari membelah hujan menuju tempatnya berteduh saat ini.  Gadis itu tampak lebih basah daripada kondisi Jin saat ini, rambutnya yang panjang bergelombang dan hampir seluruh seragam sekolahnya basah kuyup. Namun gadis itu tampaknya belum menyadari kehadiran Jin disampingnya karena ia tampak sibuk dengan ponselnya dengan posisi membelakangi Jin.
“Ugh.. ponsel sialan” rutuk gadis itu begitu mendapati ponselnya yang lowbat saat ia sedang mencoba menghubungi seseorang. Beberapa kali ia tampak mencoba mengaktifkan ponselnya lagi namun ponselnya tak kunjung bisa berfungsi kembali sehingga menyebabkan gadis itu terbawa emosi dan ingin membanting ponselnya. Tetapi gerakan tangannya tiba-tiba terhenti dan niatnya untuk membanting ponselnya langsung dibatalkannya begitu mengingat harga ponselnya yang memang tidak murah. Akhirnya ia hanya memasukan kembali ponselnya kedalam saku jasnya dan kemudian menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan untuk meredam emosinya. 
“Permisi.. mungkin kau ingin meminjam ponselku jika kau benar-benar butuh?”  tawar Jin yang akhirnya membuka suara setelah sedari tadi hanya memandangi gadis itu sambil sesekali menahan tawa karena tingkah gadis itu. Gadis itu tampak sedikit terkejut mendengar suara Jin karena sedari tadi ia sama sekali tidak menyadari kehadiran seorangpun dibelakangnya.
“Terima kasih, tapi sepertinya percuma saja karena aku tidak menghafal nomor yang ingin aku hubungi karena semuanya ada didalam sini” jawab gadis itu sambil merogoh saku jasnya dan memperlihatkan ponselnya yang sudah mati total. Jin hanya mengangguk-angguk dan kembali memasukan ponselnya kedalam jasnya. Sementara gadis itu hanya tersenyum sekilas dan kemudian berbalik ketempat lain. Tanpa sepatah katapun mereka hanya berdiri bersampingan dengan canggung ditemani dengan riuhnya suara hujan dan udara dingin yang menyelimuti. Sesekali pandangan mereka tak sengaja bertemu dan menyebabkan mereka akhirnya hanya tersenyum kaku satu sama lainnya karena suasana diantara mereka yang sangat canggung.
“sepertinya kita bersekolah disekolah yang sama?” tanya Jin memecah kesunyian sambil menunjuk seragam gadis itu yang terlihat lebih basah daripada miliknya. “aku kelas 3, kau pasti bukan kelas 3 karena aku tidak pernah merasa melihatmu sebelumnya” lanjut Jin lagi untuk memecahkan keheningan diantara mereka. Karena Jin memang tidak pernah suka dengan suasana yang membuatnya canggung dan menjadi salah tingkah.
“ya, aku kelas 2, kalau begitu sepertinya aku harus memanggilmu sunbae?” canda gadis itu sambil sedikit membungkukan badannya.
“kau tidak perlu bagitu resmi padaku” balas Jin yang hanya dibalas senyuman manis gadis itu. Lalu, lagi dan lagi suasana diantara mereka kembali hening dan canggung. Jin juga sudah tidak tau lagi harus membahas apa dengan wanita itu sehingga membuatnya memilih berdiam diri saja dan memandangi hujan sambil sesekali melirik apa yang dilakukan gadis itu. Beberapa kali gadis itu tersenyum sendiri karena bermain dengan hujan yang jatuh didepannya, terkadang ia menampakan wajah bosan sambil membanting-banting kakinya ditanah, sesekali ia melihat jam tangannya dengan wajah gelisah dan juga beberapa kali memeluk badannya sendiri dengan erat untuk menghangatkan badannya dari udara yang dingin. Dan entah mengapa semua hal sederhana yang dilakukan gadis itu bisa mengundang senyum tipis Jin yang terkadang mencuri pandang pada gadis itu.
Sudah lebih dari sejam mereka berdiri ditempat itu dan tak ada tanda-tanda langit akan menghentikan hujannya, seakan ingin menahan mereka berdua selamanya ditempat itu dengan keadaan yang canggung seperti itu. ‘Kreyukkk..’ Jin sama sekali lupa kalau hari ini ia belum makan siang dan baru menyadarinya begitu mendengar suara perutnya sendiri yang meraung untuk meminta makan. Ia lalu kembali melirik kearah gadis itu khawatir kalau-kalau saja gadis itu mendengar suara perutnya yang memalukan tadi namun sepertinya gadis itu lebih sibuk dengan pikirannya sendiri. Jin lalu menoleh kedalam mini market melalui jendela kaca besar  depan mini market tempat mereka berteduh tersebut, dengan harapan mungkin saja akan ada yang bisa mengganjal perutnya saat itu juga. Pandangannya langsung saja tertuju pada seorang pengunjung mini market yang sedang menikmati sebuah mie cup didalam mini market itu. Suasana dingin-dingin seperti ini memang sangat pas disandingkan dengan panas dari mie cup itu pikir Jin sambil membayangkannya dengan perutnya yang semakin terasa lapar. Tanpa menunggu lagi iapun segera berniat melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam mini market itu namun ia langsung teringat pada gadis disampingnya. Tidak mungkin ia tega meninggalkan gadis itu sendirian diluar sini dengan cuaca yang sangat dingin seperti ini.
“Kau ingin masuk kedalam?” tawar Jin pada gadis itu. Namun tampak dari raut wajah gadis itu jika ia enggan untuk ikut masuk kedalam mini market itu. “Kau bisa mati kedinginan jika terus berada diluar sini” ujar Jin sambil menarik lengan gadis itu untuk memasuki mini market dan mendudukan gadis itu depan kaca mini market itu dengan pemandangan hujan deras diluar sana.
“Kau tunggu disini dan jangan kemana-mana” gadis itu hanya terdiam melihat tingkah Jin. Tak lama kemudian Jin sudah kembali dengan 2 mie cup untuk mereka berdua dengan asap yang masih mengepul dari kedua mie cup itu. “Jika kau tidak ingin makan setidaknya hangatkan tanganmu menggunakan itu” ujar Jin yang tanpa basa basi lagi langsung mengambil sumpitnya dan berniat segera ingin menyantap mie cupnya.
Lama gadis itu hanya memperhatikan mie cup yang sudah tersedia didepannya dan kemudian berbalik mentap Jin “terima kasih sunbae.. aku akan memakannya” ujar gadis itu yang akhirnya mau membuka suara dengan senyum hangatnya yang mengembang manis. Jin sempat tertegun sesaat melihat senyum gadis itu namun dengan cepat ia berusaha menyadarkan dirinya “kalau begitu ayo kita makan…” lalu teriak Jin bersemangat. Kehangatan mie cup selain bisa menghangatkan cuaca yang dingin ternyata juga bisa menghangatkan dan mencairkan suasana canggung diantara mereka berdua. Suasana canggung sudah tidak lagi menyelimuti mereka seperti saat baru bertemu tadi, kini mereka lebih terlihat seperti halnya hoobae yang sedang bercerita ringan pada sunbaenya dengan suasana akrab karena Jin yang terus saja melontarkan candaan-candaan keringnya untuk membuat gadis itu nyaman bersamanya sehingga waktu menjadi terasa cepat berlalu. Hujanpun yang melihat mereka seperti turut senang melihat mereka dengan mulai berhenti untuk menumpahkan butiran airnya ke bumi.
“Hujannya sudah mulai berhenti” ujar gadis itu sambil menatap suasana diluar yang sudah dihinggapi oleh gelapnya malam.
“baiklah.. sebaiknya kita segera pulang.. ini sudah malam, tidak baik untukmu yang masih berpakaian sekolah dan basah seperti itu” ujar Jin sambil menatap jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 8 malam.
Mereka sudah berdiri didepan mini market dengan suasana yang entah mengapa menjadi sedikit canggung, mungkin saja karena itu artinya pertemuan mereka hari itu harus segera berakhir. Entah mengapa ada perasaan enggan dihati Jin untuk melepas gadis itu untuk pulang, seakan ia tidak akan melihatnya lagi padahal mereka itu satu sekolah dan Jin akan bisa bertemu dengannya setiap hari jika ia mau. Jin sendiri bingung dengan apa yang ia rasakan saat itu, tidak mungkinkan ia bisa jatuh cinta secepat itu pada gadis yang baru ditemuinya kurang dari 12 jam itu, pikir Jin yang mulai berperang dengan perasaannya sendiri.
“Kau yakin tidak ingin aku mengantarmu? Ini sudah malam dan tidak baik seorang gadis pulang sendiri dengan penampilanmu yang seperti itu” tatap Jin khawatir pada penampilan gadis itu yang terlihat berantakan karena terkena hujan tadi namun entah mengapa dimata wanita itu tetap terlihat menarik dimatanya.
“Terima kasih sunbae. Tapi aku tidak ingin menyusahkan lagipula aku juga terkadang pulang berjalan sendirian jika tidak dijemput” tolak gadis itu dengan halus. Jin hanya bisa pasrah dengan kemauan gadis itu karena ia tidak mungkin memaksa gadis yang bari dikenalnya itu.
“Kalau begitu aku dulu-“ ucapan gadis itu terputus begitu saja saat hujan yang kembali menumpahkan butiran airnya tanpa ampun kebumi dengan skala yang lebih besar dari sebelumnya. Sepertinya takdir benar-benar tidak ingin melepas perpisahan mereka begitu saja.
“Ya tuhaaan… apa salahku sebenarnya? Apa aku tidak boleh pulang ke rumah dan beristirahat?” keluh Jin melihat hujan yang tiba-tiba saja turun. Tapi keluhan itu sebenarnya bukanlah perasaan yang sebenarnya, jauh didalam lubuk hatinya sebenarnya ia merasa senang dengan hujan yang sepertinya berpihak padanya. Ia bersyukur pada hujan karena itu tandanya ia bisa menahan gadis itu untuk lebih lama bersamanya. Sementara gadis itu hanya memandangi hujan dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak. “bagaiamana ini? Sepertinya kita harus menunda lagi kepulangan kita” tanya Jin sambil menoleh gadis itu yang masih saja memandangi hujan sambil mengeratkan pelukannya kebadannya sendiri. Jelas saja ia merasa kedinginan karena baju seragamnya yang belum juga kering sempurna ditambah dengan hujan dan udara yang semakin malam semakin dingin itu. Melihat gadis itu yang tampak kedinginan membuat Jin menjadi merasa bersalah dengan keegoisannya yang ingin menahan gadis itu untuk lebih lama bersamanya disini.
“mau bagaimana lagi? mungkin kita tidak diizinkan untuk pulang karena beberapa alasan tertentu” ujar gadis itu yang masih terfokus pada butiran hujan yang jatuh dengan sesimpul senyuman penuh arti yang menghiasi wajahnya. Jin hanya menatap ekspresi gadis itu dengan wajah heran dan penuh tanya.
“pakailah ini!” tanpa gadis itu duga Jin sudah menyampirkan jas sekolahnya yang sedari tadi sudah kering ke bahu gadis itu.
“tidak usah.. ini sangat dingin, kau bisa masuk angin dan sakit jika hanya memakai kemeja sekolah yang titps itu” jawab gadis itu dengan perasaan tidak enak sambil berusaha mengembalikan jas itu pada Jin.
Namun Jin yang keras kepala segera memakaikannya lagi ke bahu gadis itu “kau lebih membutuhkannya daripada aku, aku ini seorang laki-laki.. tidak mungkin kalah dengan udara dingin yang hanya segini” ujar Jin sambil menepuk dadanya sombong. Namun bukannya tertawa gadis itu malah menampakan wajah khawatirnya dan tidak enaknya pada Jin “tenanglah, aku tidak mungkin mati hanya karena ini” ujar Jin dengan senyuman hangatnya agar kekhawatiran diwajah gadis itu menghilang.
Lama mereka terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing, sampai akhirnya Jin seperti baru teringat akan sesuatu “oh ia, betapa bodohnya aku! Sampai hampir melupakan hal penting seperti ini?” ujar Jin tiba-tiba sambil menepuk jidatnya.
“memangnya ada apa?” tanya gadis itu yang ikutan menjadi penasaran setelah melihat tingkah Jin.
 “pantas saja aku merasa ada yang aneh.. apa kau menyadari jika sedari tadi kita itu belum berkenalan?”
“benar juga, aku juga baru menyadarinya.. bagaimana mungkin sedari tadi kita berbagi cerita tapi belum berkenalan” ujar gadis itu yang juga baru menyadari kesalahan mereka berdua.
“Kenalkan namaku Kim Seok Jin atau kau bisa memanggilku Jin” ujar Jin sambil menyodorkan tangannya sebagai tanda perkenalan. Sebenarnya dari awal gadis itu sudah mengetahui nama Jin kakak kelasnya itu, gadis mana disekolah mereka yang tidak mengetahui Jin anak kelas 3 yang tampan dan disukai banyak gadis disekolahan itu, bahkan ia sudah sering mendengar cerita tentang Jin yang selalu dipuji-puji oleh teman-temannya. Hanya saja karena gadis itu tidak terlalu tertarik dan tidak mengenal Jin sama sekali makanya ia memilih untuk berpura-pura tidak tau saja.
“sebenarnya aku sudah tau namamu saat membaca papan namamu itu, hanya saja aku tidak tau jika nama panggilanmu adalah Jin”
“Oh ia, aku baru sadar juga kalau kau tidak menggunakan papan nama” pikir Jin sambil memperhatikan jas sekolah gadis itu yang sedikit tertutup dengan jas sekolahnya yang masih tersampir dipunggung gadis itu.
“perkenalkan namaku-“perkataan gadis itu terpaksa harus terhenti karena seorang yang tiba-tiba saja menghentikan mobilnya tepat didepan Jin dan gadis itu. Tampak seorang pria paruh baya keluar dari mobil yang bisa dibilang mewah itu sambil membawa payung hitam dan menghampiri Jin.
“maaf, tuan aku baru bisa menjemput sekarang. Aku tadi harus mengantar Tuan besar ke bandara”
“ah, tidak apa-apa, ajhussi. Aku juga tidak terburu-buru” jawab Jin ramah pada pria itu yang tampaknya merupakan supir keluarganya.
“silahkan masuk tuan” pria itu kemudian membukakan pintu mobil pada Jin dan mempersilahkannya masuk. Namun bukannya masuk kemobil Jin malah menoleh pada gadis yang sedang berdiri disampingnya sedari tadi itu. “ayo pulang bersama. biar kuantar kau kerumahmu” tawar Jin pada wanita itu. Namun wanita itu langsung saja menolak dengan alasan tidak ingin merepotkan.
“apa kau yakin? Lihatlah hujan ini tampaknya tidak akan berhenti sampai tengah malam dan kau tahukan sekarang sudah hampir jam 9 malam. Kau tidak akan bisa pulang jika terus seperti ini. Ayo, biar kuantar. Tenang saja, aku tidak pernah merasa direpotkan olehmu. Aku malah merasa senang karena hari ini bisa bertemu seorang teman baru lagi” akhirnya setelah berpikir sesaat dan terus dibujuk oleh Jin gadis itu mau diantar pulang oleh Jin.
“Kau sepertinya sangat kelelahan seharian ini” ujar Jin sambil menatap gadis itu yang malah tertidur dimobil dengan rambut panjangnya yang sudah menutupi sebagian wajahnya. Jin kemudian menghalau rambut yang meghalangi wajah gadis itu dan mengapitnya ditelinga wanita itu karena Jin ingin melihat wajah polos wanita itu saat tertidur. “manis dan sangat polos” batin Jin dalam hati begitu memandangi wajah wanita itu dengan cahaya didalam mobil yang seadanya.
‘Brukk’.. jalanan yang tidak rata tiba-tiba saja menggoyangkan mobil itu yang malah membuat gadis itu jatuh tersandar ke dada kiri Jin karena posisi Jin yang saat itu agak sedikit menyerong untuk memperhatikan wajah gadis itu. Jin juga sangat terkejut tentunya namun itu malah membuatnya bisa melihat wajah gadis itu dengan semakin jelas dan sangat dekat. Ia seakan terhipnotis pada wajah gadis itu yang membuatnya tidak bisa berpaling dan seakan membuatnya kecanduan untuk melihat wajah wanita itu untuk lebih dalam dan semakin lekat dan lekat lagi. Sampai akhirnya ‘brukkk’ hentakan mobil untuk yang kedua kalinya karena jalanan yang tidak rata lagi akhirnya membangunkan gadis itu dari tidurnya dan membuat Jin yang sedang menatap wajah gadis itu dengan jarak yang tinggal beberpa centimeter saja terlonjak kaget dan langsung memperbaiki posisi duduknya dalam sekejap seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Dengan sedikit salah tingkah ia melirik ke arah gadis itu yang baru saja tersadar dari tidurnya dan untungnya gadis itu sepertinya tidak menyadari sama sekali dengan apa yang baru saja terjadi.
“aku turun disini.. itu rumahku” ujar gadis itu lalu kemudian keluar dari mobil Jin dengan hujan yang masih saja mengguyur diluar sana dan tak lupa juga ia menanggalkan jas milik Jin yang sedari tadi dipakainya. “terima kasih sunbae” wanita itu membungkukkan badannya sekilas dan kemudian berjalan cepat untuk segera menuju gerbang rumahnya.
“Tunggu dulu” tiba-tiba saja Jin yang ikut keluar dari mobil sudah menarik tangan gadis itu dan menyerahkan sebuah payung hitam yang sedang dipakainya pada gadis itu. “jarak rumahmu dari gerbang itu lumayan jauh.. pakailah ini agar besok kau tidak sakit”
“maaf sudah merepotkanmu hari ini dan terima kasih banyak untuk hari ini sunbae.. kau sangat baik padaku dan aku minta maaf karena tidak bisa membalasnya” gadis itu kembali membungkuk untuk kedua kalinya dan kemudian membalikan badannya untuk segera pergi. Jin sebenarnya sedikit bingung  dengan apa yang gadis itu katakan namun Jin tidak ingin terlalu memikirkannya karena ia saat ini ia sedang merasa sangat bahagia.
“sampai bertemu besok..” lambai Jin sambil berhujan-hujanan pada gadis itu yang sudah mulai berjalan memasuki halaman rumahnya. Gadis itu hanya berbalik dan tersenyum seadanya begitu mendengar perkataan Jin yang terakhir barusan.
***
Keesokan harinya…        
Suasana pagi itu kembali cerah tidak seperti hari kemarin yang terlihat kelam diselimuti langit mendung dan juga hujan deras yang tidak ada hentinya. Seperti layaknya hari itu yang secerah wajah Jin begitu memasuki gerbang sekolahnya. Tidak pernah ia merasa begitu bersemangat ke sekolah seperti hari itu, entah mengapa setelah terus memikirkan gadis yang ditemuinya kemarin malah memberikannya dorongan semangat untuk kesekolah. Dengan langkah riang ia memasuki pintu gerbang, ia juga mengikuti kegiatan berbaris yang biasanya paling malas ia ikuti selama ini dan ia juga mengikuti pelajaran olahraga yang selalu dibencinya dengan hati yang riang gembira. Sampai-sampai semua temannya bingung melihatnya yang terlihat sangat bersemangat dan penuh senyuman hari itu. Dan akhirnya waktu istrahat makan siang tiba yang langsung disambutnya dengan perasaan suka cita. Semua ajakan temannya untuk nongkrong atau makan dikantin ditolaknya mentah-mentah. Ia lebih memilih untuk menjelajahi lorong koridor letak kelas 2 berada, tempat yang paling jarang didatanginya selama ini. Predikat sebagai senior yang tampan tentu saja membuat hampir semua murid kelas 2 yang melihatnya bingung karena tidak biasanya ia menampakan wajahnya disana karena ia tidak seperti para senior lainnya yang sangat suka tebar pesona pada murid kelas 2 dan 1. Semua ruang kelas 2 diintip dan dilihatnya dengan teliti seperti seorang detektif yang mencari penjahat. Sampai tiba diujung akhir kelas 2 pun tampaknya sama sekali tidak menyurutkan semangatnya untuk mencari walaupun ia belum menemukan sama sekali apa yang dicarinya.
“sepertinya kemarin aku yang terlalu bodoh sampai lupa untuk meneruskan menanyakan namanya” pikir Jin sambil berjalan disepanjang koridor dengan pikirannya yang terus melayang kemana-mana. Sampai ia akhirnya melewati perpustakaan yang membuatnya mendapatkan sebuah ide. “kenapa baru terpikirkan sekarang, dasar bodoh” dengan senyuman yang kembali mengembang.
“tentu saja, data semua murid pastinya telah dimasukan kedalam buku angkatan” ujar Jin dengan semangat 45 mencari buku yang dimaksudkannya. Dengan jeli jari dan matanya menelisik kesana-kemari mejalajahi buku angkatan itu untuk melihat data murid kelas 2 satu persatu.
“Ini dia.. akhirnya kutemukan juga..”teriak Jin didalam perpustakaan itu yang akhirnya membuatnya dimarahi oleh penjaga perpustakaan. Setelah hampir setengah jam mencari akhirnya ia menemukannya.
“aku yakin sekali kalau dia itu yang ini” pikir Jin lagi setelah mencocokan wajah gadis yang tidak mungkin dilupakannya itu dengan deretan foto murid kelas 2 yang berjumlah hampir 250 orang itu.
“nama Yoon Bomi kelas 2-3” setelah membacanya tanpa menunggu lagi Jin dengan secepat kilat langsung menuju ke kelas 2-3 untuk mencari gadis itu, Yoon Bomi. Ya, dia adalah gadis yang kemarin sudah mencuri perhatiannya dan hari ini membuatnya seperti orang gila.
Jin sudah berdiri didepan kelas 2-3, namun ia tidak langsung masuk melainkan mencoba melihatnya dulu melalui jendela kelas itu yang dengan jelas bisa menampakan pemandangan kelas itu secara keseluruhan. Bukannya takut, namun rasanya terlalu canggung jika ia langsung masuk dan menemui gadis itu. Lama ia mengelilingkan matanya pada kerumunan murid kelas itu yang sedang bermain dan berlari kesana-kemari dan hasilnya nihil. Ia sama sekali tidak melihat sosok gadis itu diantara para teman-temannya. “ “Ini kan jam istirahat, mungkinkah ia sedang ke kantin atau kesuatu temapat?”pikir Jin.
Namun begitu berbalik untuk segera pergi dan mencari gadis itu ditempat lain ia tidak sengaja menabrak seorang gadis yang tadinya baru saja keluar dari pintu kelas itu. “aku minta maaf” ujar Jin terburu-buru karena gadis itu tampak meringis kesakitan karena tabrakan badan Jin yang bisa dikatakan lumayan keras.
“Oh, Jin oppa? Apa yang kau lakukan disini?”ujar gadis itu tiba-tiba begitu menyadari jika yang menabraknya tadi adalah Jin. “Naeun-ah? ah, sungguh aku minta maaf. Aku tadi tidak melihatmu” ujar Jin dengan sungguh-sungguh karena merasa bersalah pada adik sahabatnya itu. Ya, Naeun adalah adik sahabat dari Jin makanya mereka bisa kenal dekat.
“tenang aja, aku tidak apa-apa oppa, tidak ada yang terluka” ujar Naeun dengan santai “tapi apa yang oppa sedang lakukan didepan kelasku? Tidak biasanya aku meliaht oppa berkeliaran disekitar sini? Apa oppa sedang ada perlu dengan seseorang?” ujar Naeun yang melihat kekanan kekiri untuk menemukan orang yang ingin ditemui Jin.
“ini kelasmu juga?” tanya Jin dangan antusias yang terlihat jelas. “ia oppa, ada apa memangnya? Ada perlu dengan seorang temanku? Apa aku perlu memanggilkannya untukmu?”
“apa kau memiliki teman yang bernama Yoon Bomi?”tanya Jin dengan wajah penuh harap.
***
“Bomi, ayo cepat… kita harus segera berangkat” teriak seorang wanita paruh baya dari luar rumah.
“ia oemma, sedikit lagi” setelah sedari tadi terus membuat ibunya berteriak akhirnya Bomi keluar juga dari rumahnya dengan membawa serta sebuah tas koper besar yang diseretnya keluar rumah dengan susah payah. “oemma duluan saja.. aku akan segera menyusul ke mobil secepatnya”
“baiklah.. tapi jangan lama-lama karena pesawatnya tidak akan menunggu kita Bomi-ah” yang disusul dengan anggukan kepala Bomi. “ajhussi, bawakan koper Bomi duluan ke  mobil” perintah ibu Bomi pada supir keluarganya yang sedari tadi setia berdiri dibelakang ibu Bomi.
“hmm.. rumah yang sudah kutinggali sejak lahir.. sedih juga rasanya untuk meniggalkannya” ujar Bomi sambil mengelilingkan matanya menatap keseluruh penjuru rumah dan sekitarnya dengan perasaan sedih setelah ibu dan supirnya pergi. Namun tatapan matanya tiba-tiba saja terhenti pada sebuah benda yang tidak asing dimatanya. Sebuah payung hitam tersandar dengan manis disamping pintu rumahnya. Kejadian semalam langsung terlintas begitu saja dalam pikirannya yang membuat sebuah senyum muncul diwajah sedihnya. Dengan segera ia mengambil payung itu dan berjalan meninggalkan rumahnya dengan perasaan berat hati. Dan untuk terakhir kalinya sebelum benar-benar pergi ia kembali berbalik menatap rumahnya dari luar pagar dan juga mengelilingkan matanya pada lingkungan sekitarnya.
“oemma tau kau sudah merasa nyaman dan tidak ingin meninggalkan tempat ini tapi ini adalah jalan kita Bomi-ah.. oemma dan appa harus pindah bekerja diAmerika. Jika kau mencintai tempat ini, yakinkan saja dalam hatimu jika suatu saat nanti kau akan kembali lagi untuk mengunjungi tempat ini” ujar ibu Bomi sambil memeluk anak semata wayangnya itu. Begitu masuk ke mobil Bomi sudah tidak mau berbalik keluar mobil lagi karena ia merasa sudah waktunya untuk mengikhlaskannya. Tanpa ia ketahui seseorang baru saja turun didepan rumahnya dengan wajah sangat khawatir, kawatir akan kehilangan seseorang yang baru saja dikenalnya.
“Bomi-ssi.. Bomi-ssi..”teriak Jin dari luar pagar sebuah rumah. Rumah seorang wanita yang baru saja dikenalnya dan diantarkannya semalam. Tanoa pikir panjang lagi Jin langsung pergi meninggalkan sekolah begitu mendengar perkataan yang tak pernah ia duga akan keluar dari bibir Naeun.
----------------------
“apa kau memiliki teman yang bernama Yoon Bomi?” tanya Jin pada Naeun
“ia, ada apa dengannya?”
“tidak ada apa-apa.. aku hanya ingin memastikannya saja” jawab Jin berbohong.
“tapi jika saat ini orang yang oppa cari adalah Bomi--“
“ah tidak! Aku tidak sedang mencarinya” sambung Jin dengan cepat sebelum Naeun berpikiran yang macam-macam.
“ohh.. aku kira oppa sedang ada urusan dengannya.. soalnya terlalu terlambat jika mencarinya hari ini”
“memangnya ada apa?” tanya Jin yang tiba-tiba penasaran dengan maksud perkataan Naeun”
“aku juga sebenarnya sedih karena Bomi adalah salah satu temanku yang paling baik” ujar Naeun tertunduk lesu.
“ada apa Naeun-ah? ceritakan padaku?” tanya Jin yang mulai panik dengan ekspresi Naeun yang sepertinya memiliki kabar buruk.
“Bomi sudah tidak bersekolah lagi disini. Hari ini ia akan pindah ke Amerika bersama dengan kedua orang tuanya”
“hahaha.. kau jangan bercanda” tawa Jin yang menganggap Naeun sedang mempermainkannya saat ini. Bagaimana tidak ia berpikiran seperti itu jika baru saja kemarin ia bertemu dengan Bomi dan Bomi seperti tidak menyinggung apapun tentang kepindahannya.
“untuk apa aku berbohong tentang ini padamu oppa? kamu bisa lihat sendirikan jika Bomi tidak ada dikelas hari ini, kemarin ia baru saja mengurus kepindahannya. Tapi oppa bagaimana bisa kau mengenal Bomi?” pikir Naeun yang selama ini tidak pernah melihat Jin yang bertegur sapa dengan Bomi. Jin terdiam sesaat untik mencerna kata-kata Naeun yang seperti mem-blank-an otaknya seketika. Dalam hitungan detik tanpa menjawab lagi pertanyaan Naeun Jin sudah berlari meninggalkan Naeun yang memasang wajah heran dengan tingkah Jin.
----------------------------
 Selama perjalanan menuju rumah Bomi pikiran Jin terus saja melayang-layang tanpa arah dan perasaannya campur aduk tidak menentu, bingung akan apa yang akan dilakukannya, khawatir memikirkan jika ia tidak akan pernah bertemu dengan gadis itu dan kecewa karena kemarin Bomi sama sekali tidak memberitahunya tentang ini sehingga membiarkannya menaruh harapan tentang gadis itu. Ia marah namun tidak bisa membencinya. Akhirnya taksi yang ditumpanginya berhenti didepan sebuah rumah yang terlihat lengang itu.
“apakah ia sudah pergi?” bantin Jin dalam hati.
“Bomi-ssi.. Bomi-ssi..” teriak Jin dengan harapan seseorang yang diharapkannya itu keluar dari pintu rumahnya.
“Yoon Bomi! Keluar kau Yoon Bomi!.. Ini aku Jin, Kim Seok Jin” teriak Jin dari luar pagar yang sudah kunci dengan rapat.
Sudah sampai parau suara Jin berteriak didepan rumah Bomi namun tidak seorangpun nampak kelaur dari rumah itu. ia sudah tidak peduli dengan pandangan orang sekitar atau orang-orang lewat yang menatapnya dengan aneh. “aku tau kau belum berangkat Bomi-ssi” ujar Jin dengan suaranya yang semakin melemah dan putus asa.
“aku terlambat.. semuanya sudah terlambat. Padahal aku hanya ingin mengatakan perasaanku padamu Bomi-ssi. Setidaknya sekali saja sebelum kau pergi, agar kau tau yang sebenarnya dan bisa terus mengingatku”ucap Jin dengan suara yang hampir sudah tidak terdengar dan dengan perlahan ia terduduk lemas didepan gerbang rumah itu. Ia seperti sudah kehilangan seluruh tenaganya, saat ini ia hanya bisa tertunduk lesu menyesali semuanya. Setelah hampir sejam ia hanya duduk terpaku didepan pintu gerbang itu sehingga akhirnya ia memutuskan untuk beranjak dari tempat itu ketika merasakan tetesan rintik hujan yang mengenai tubuh. Namun baru saja ingin berdiri matanya menangkap sebuah benda yang sudah tidak asing lagi dimatanya. Dengan secepat kilat ia menyambar benda itu seakan mendapatkan benda pusaka yang sangat berharga. Itu memang hanyalah sebuah benda biasa namun begitu berarti baginya. Sekali lihat ia sudah tau jika itu adalah payung yang kemarin ia berikan pada Bomi saat hujan. Entah bagaimana payung itu sudah tersandar didekat gerbang rumah itu seakan dengan sengaja ditinggalkan disana agar seseorang bisa menemukannya. Jin hanya bisa memandang payung itu dengan tatapan kosong begitu melihat diatas pegangan payung itu ada tempelan kertas yang dibungkus agar tidak gampang rusak yang bertuliskan “terima kasih sunbae, jika takdir itu ada maka aku aku akan kembali disaat suasana yang sama” mengerti dengan pesan yang pastinya ditulis oleh Bomi untuknya itu membuat perasaannya terasa campur aduk dan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
***
Jam sudah menunjukan pukul 4 sore dan sepertinya sudah saatnya aku pulang, aku sudah terlalu lama terduduk ditempat ini. Aku harus segera kembali dan bersiap untuk pulang ke Seoul besok. Hujan diluar juga sudah mulai mereda dan para murid yang  sekolah yang tadinya berkumpul di mini market ini juga sudah mulai beranjak pulang. Dengan langkah berat akhirnya aku melangkahkan kakiku keluar dari pintu mini market dan tak lupa juga aku mengembangkan payung hitamku yang sudah kubawa sedari tadi karena hujan yang masih saja turun walau sudah tidak sederas tadi. Dan aku kembali tersenyum begitu melihat tulisan yang berada diujung pegangan payung itu. Tulisan dan kertasnya memang sudah mulai kusut dan memudar namun tidak akan pernah memudarkan dan merusak memoriku tentangnya.
Sampai disini penantianku dan bairlah semuanya hanya menjadi memori masa lalu di kota kelahiranku yang damai dan tenang ini. Aku akan berjalan dan terus berjalan tanpa menoleh lagi kebelakang karena aku sudah memutuskan untuk tidak mengharapkannya lagi karena aku sudah tidak lagi mempercayai jika takdir itu ada untukku. Terima kasih dengan harapan yang telah kau berikan padaku sehingga aku mempunyai alasan untuk bisa terus bertahan sampai saat ini guna untuk mencari takdir itu namun sepertinya sudah saatnya aku meneruskan hidupku sendiri dan berlatih untuk bisa bertahan tanpa harapan itu lagi.
***
“aku sekarang sadar jika takdir itu memang bukan untuk kita namun aku tetap senang karena bisa kembali lagi ke tempat ini setelah sekian lamanya. Tidak ada yang berubah dengan tempat ini, bahkan aku masih bisa merasakan aroma yang terjadi 10 tahun yang lalu” batin seorang wanita berambut panjang sambil melipat payungnya dan kemudian memasuki pintu sebuah mini market dengan senyum manisnya yang terus mengembang.
THE END

Akhirnya kelar juga ff pertama ChimJr, sebenarnya ini bukan ff buatan Chim yang pertama tapi ff inilah yang pertama kali kelar dari sekian banyaknya ff yang Chim bikin. Soalnya ff yang Chim bikin rata-rata ngadat ditengah jalan pembuatan, entah itu karena Chim udah kehabisan ide, lagi gak mood, sibuk tugas kuliah, mager, bosan ama jalan cerita dan castnya, atau karena ada ide jalan cerita baru yang mengganggu imajinasi Chim. Tapi alhamdulillah yaa akhirnya salah satu dari ff itu berhasil juga keluar dan dipost walaupun cuma yang oneshoot dan ceritanya datar tapi Chim udah bersyukur banget keinginan Chim akhirnya kesampaian. Yah, anggaplah ini sebagai pemanasan di awal karir Chim didunia per-ff-an yang nista ini. Dan semoga aja kedepannya nanti Chim makin rajin dan berbakat dalam pembuatan ff dan juga dengan cerita-cerita yang lebih menarik..